Jumat, 13 Agustus 2010

Nabi Muhammad Pembebas Kaum Tertindas

Nabi Muhammad Pembebas Kaum Tertindas

Banyak orang mengira bahwa tugas dakwah sudah berakhir setelah khotbah di masjid, setelah khotib menyuruh orang berbuat baik, setelah melarang yang munkar, dan setelah menerangkan bab sholat, thaharah atau bab nikah.

Selama ini, pengajian-pengajian dianggap sudah berhasil, kalau masjid sudah penuh dengan pengunjung, atau ketika jama’ah setempat menikmati tema-tema agama yang dibawakan oleh seorang ustadz, bahkan ikut terpingkal-pingkal karena guyonan khas sang ustadz walau tak jarang isi dari ceramah tersebut hilang bersamaan dengan banyolan-banyolannya. Pada saat yang sama, ada sebagian orang yang rela menghabiskan waktunya untuk mengais sampah-sampah dan rela berbaur dengan lingkungan kotor, kasar dan tidak bersahabat. Ada juga yang mengerang kesakitan sambil memegang perut menantikan sesuap nasi setelah sabar menunggu selama 2 hari. Mereka adalah orang-orang yang lemah atau kaum mustadh’ifin.Islam, oleh banyak penulis sejarah, bukan saja dianggap sebagai agama baru, melainkan juga sebagai suatu kekuatan pembebas umat manusia. Segi inilah yang menyebabkan islam, dahulu, begitu cepat menyebar di Indonesia, padahal pada waktu itu masyarakat Indonesia ditindas oleh sekelompok kaum raja dan feodal. Pada waktu itu, rakyat harus membayar upeti kepada raja-raja; bahkan harus membanting tulang bagi mereka. Islam datang, melalui daerah-daerah pantai, mengajarkan persamaan dan pembebasan. Lalu orang-orang pun berpaling kepada agama baru ini. Di India, karena alasan itu juga, diberitakan bahwa ribuan, bahkan jutaan orang India dari kalangan kasta terendah di India berbondong-bondong masuk islam. Sehingga hal ini sempat membuat pusing politik India, sehingga terjadilah pembunuhan besar-besaran terhadap kelompok islam.

Kaum yang berlabel mustadh’afin ini tampaknya menemukan angin segar tatkala cahaya hidayah merengkuh mereka. Mereka menemukan keadilan dan perhatian yang lebih dalam agama islam. Maka tidak heran Rasulullah saw ketika beliau berada di mekah hanya beberapa orang saja dari kelompoknya yang berasal dari orang-orang kaya. Selebihnya puluhan berasal dari kalangan orang-orang miskin. Malahan, yang paling dahulu masuk islam, kebanyakan dari kelompok orang-orang yang tidak diakui status sosialnya ini, seperti orang-orang gembel, budak-budak beliau, dan sebagiannya.

Ini karena Rasulullah selalu berpihak kepada kelompok-kelompok lemah. Rasulullah pun menasihatkan supaya para pewarisnya dalam hal ini para ulama supaya selalu berada di tengah-tengah kelompok dhu’afa dan mustadhafin. Bahkan dalam beberapa kitab siroh disebutkan bahwa nabi tidak segan-segan berbaur dengan kehidupan mereka sehingga kaum miskin yang saat itu mendominasi mekah akhirnya berbondong-bondong mengikuti jalan nabi agung ini. Pada waktu yang sama Qur’an berbicara tentang kewajiban membebaskan kaum mustadafin, menyantuni anak yatim fuqara dan masakin, membela budak-budak belian, para tawanan dan siapa saja orang malang yang bergelimang debu.

Dalam islam, Tuhan muncul tidak di belakang para raja, tetapi disamping mereka yang tertindas. “Dan kami wariskan kepada kaum yang tertindas seluruh timur bumi dan seluruh baratnya yang kami berkati “( QS. Al A’raf : 137 ). Oleh karena itu allah menjamin doa para orang-orang tertindas mustajab. Lalu apakah yang dilakukan nabi Muhammad untuk membebaskan kelompok masyarakat tertindas ini ? Nabi muhammad melanjutkan risalah nabi-nabi terdahulu risalah nabi Musa yang menyelematkan kaum mustadhafin dari cengkeraman fir’aun dan risalah Isa as yang menggembirakan kaum fuqara dan masakin.

Nabi membangkitkan harga diri fuqara dan masakin, sebab mereka adalah kelompok masyarakat yang paling sering direndahkan, dicaci, dan dimaki. Untuk menumbuhkan harga diri kaum muslimin dhu’afa ini, Rasulullah memilih hidup di tengah para hamba sahaya dan orang miskin. Ia digelari abul masakin. Kepada sahabat-sahabatnya yang menanyakan tempat yang paling baik untuk menemuinya, beliau menjawab :” Carilah aku di antara orang-orang yang lemah di antara kamu. Carilah aku di tengah-tengah kelompok kecil di antara kamu”. Pada suatu kali, sahabat rasulullah menemukan beliau sedang memperbaiki sandal anak yatim, lain kali beliau terlihat menjahit baju seorang janda tua yang sama dengan hamba sahaya.

Sebagai pemimpin orang kecil, sebagai pembebas kaum dhu’afa. Rasulullah memilih hidup seperti mereka. Ia hidup sederhana. Karena ia tahu, sebagian besar sahabatnya masih menderita. Ditahannya rasa lapar berhari-hari, karena ia mengerti bahwa sebagian sahabatnya juga sering mengalami kelaparan. Ia tidur di atas tikar kasar yang dianyamnya dengan tangan sendiri, dan sering tampak pada pipinya bekas-bekas tikar itu. Inilah kepemimpinan Rasulullah. Beliau tak hanya memilih menjadi pemimpin yang membebaskan manusia dari pembudakan kepada berhala menuju penghambaan kepada Allah ta’ala, melainkan juga membebaskan manusia menuju tauhidul ummah, menuju kesatuan umat yang berdasarkan keadilan dan persamaan.

Saat ini, ketika kita sering terpukau oleh kemewahan dunia, tatkala orang miskin berteriak menunggu pembelanya, kita membutuhkan pemimpin semacam Rasulullah. Pemimpin islam ialah pemimpin yang memihak rakyat kecil, bukan pemimpin yang elitis. Pemimpin umat islam ialah mereka yang memilih hidup sederhana, karena tahu bahwa sebagian umat islam yang lain masih hidup dalam kepapaan. Gerakan kebangkitan islam seharusnya tak hanya menyemarakkan masjid, melainkan juga menggembirakan dhuafa dan fuqara. Rasulullah bersabda “ Bila masyarakat sudah membenci orang-orang miskin, dan menonjol-nonjolkan kehidupan dunia, serta rakus dalam mengumpulkan harta, maka mereka akan ditimpa empat bencana : zaman yang berat, pemimpin yang lalim, penegak hukum yang khianat, dan musuh yang mengancam”. Dari sabda rasullullah ini, kita dapat belajar bahwa munculnya kesulitan ekonomi, banyaknya pemimpin yang lalim, timbulnya pengkhianatan oleh penegak hukum, dan pekanya Negara akan gangguan luar, adalah disebabkan oleh diabaikannya nasib orang-orang miskin dan kegilaan menumpuk-numpuk kekayaan. Semoga Allah melepaskan kita dari semua itu. ##

Tidak ada komentar:

Posting Komentar