Rabu, 24 Juni 2009

PuisiKU : Lambat Untuk Beranjak

Lambat Untuk Beranjak

Memikirkan yang tak pasti/
Waktu terus berlalu meninggalkan kita yang lambat untuk beranjak/

Perahu nelayan melaju mengarungi samudera/
dalam bentang pantai seujung panjang/
berlabuh di dermaga pengharapan/
dalam kumpulan kata-kata kemenangan/


Lenteng Agung, 14 Juni 2009
Rudy Hb Daman

PuisKu : Untuk Kalian


Untuk Kalian


Aku tau kalian jauh dari negeri kalian,
Jauh dari ibu dan anak-anak kalin,
kalain berjuang sendiri, hidup dan mati
sebenarnya kalian tahu banyak aral rintangan di hadapan kalian
tapi itu hal biasa di terpa/

Hasil yang didapat itu penghibur kalian,
mesti kadang juga tidak dibayar,
derita kalian sering aku dengar
di koran, di televisi
bahkan di syair dan saja-sajak/

Ibu pertiwi menangis karena kaian di lukai
ibu pertiwi marah karena kalian di sia-siakan
itu sesungguhnya peninggalan yang berharga di negeri sendiri/

buat kalian yang jauh,
buat kalain yang selalu aku rindukan
cinta dan rasa rindu ini ku bagi buat kalain semua/



Depok,30/5/09
Rudy Hb Daman

PuisiKU : Menuju Altar Cinta

Menuju Altar Cinta

Kau selalu saja hadir dalam setiap sela nafasku/
jika begitu tuntun aku ke jalan pelukanmu/
agar ku rasa sejuk gelora jiwa ini/
hangat alirkan butiran darahku ke altar cinta/
kesana juga aku ber muara/
disitu akhir tujuan kita/
tahta keluarga membangun mahkota tirani baru/
hanya berdua, dan tetap akan berdua/



Depok, 18 Juni 2009
Rudy Hb Daman

PuisiKU: Tadi Malam


Tadi Malam

Semalam saya menyaksikan Mbak SiPon dan Fitri Nganti Wani membacakan bait-bait syair puisi di temaram cahaya lampu/
memanggil Wiji untuk kembali/
semuanya hening/
terkesimak/
tapi tidak tamak/
menggelegar di ujung/
yang pasti bangkit terus berjuang/
Terkenang Munir/
Terkenang semua pejuang HAM dan Aktivis yang di hilangkan/


Lenteng Agung, 17 juni 2009
Rudy Hb Daman

PuisiKU; Mereka Tak Melihat Cahaya

Mereka Tak Melihat Cahaya


mereka tak melihat cahaya itu datang menghampiri/
yang mereka tahu beban di pundaknya semakin berat/
upah terus di potong/
majikankan tambah kasar dan pikun/


Jakarta, 24 Juni 2009
Rudy Hb Daman

Habis Sudah Kata-Kata

HABIS SUDAH KATA-KATA

Semakin kesal rasanya dengan cara-cara yang terus di kembangkannya/
sulit di ajak bicara/
padahal tidak bisu/
semaunya sendiri saja/
padahal ada disiplin yang disyaratkan dan jadi pedoman bersama/
menilai&menyimpulkan orang lain begini&begitu/

semuanya salah tidak bekerja/
kadang setengah mati dirinya merasa paling bodoh&totol/
di umbar kemana-mana/
toilet dan pintu pengadilan tahu semua/
terus tambah bingung rasanya.../
tapi pintar mengolo-olok&menindas orang lain/
bahkan kawannya sendiripun di habisi/

sungguh berat beban fikiran ini/
kemana harus berjalan dan kemana harus mengadu/
habis rasanya akal untuk mengatasinya/
habis sudah cara yang bisa di tawarkan/
tak butuh wibawa dan penghargaan/
bekerja dan sadar bersama itu yang lebih baik/

habis sudah kata-kata ini untuk di ucapkan/
karena tak lagi enak untuk di dengar apalagi bermakna/
diskusi dan duduk bersama hanya serimonial yang tak membekas/
apalagi memahami dan jadi kebutuhan cara bersama yangg baik/

kemarin, dulu kala, hari ini, besok entar lusa, pasti akan datang dan begini lagi/


Rudy Hb Daman
Jakarta, 23 Juni 2009

Kamis, 18 Juni 2009

Sejumlah LSM Tolak Pertemuan ADB di Bali

Sejumlah LSM Tolak Pertemuan ADB di Bali

Jakarta,28/04/2009 11:52 wib CyberNews: Sejumlah LSM di Indonesia akan menggelar 'Sepekan Aksi Rakyat Melawan ADB' untuk mengkritisi peran ADB dalam pembangunan Indonesia. INFID menilai utang-utang ADB selama ini justru menyengsarakan rakyat Indonesia.

Seperti diketahui, Indonesia akan menjadi tuan rumah Pertemuan Tahunan ke-42 Dewan Gubernur ADB (Annual Governor Meeting) di Bali, 2 - 5 Mei 2009 mendatang. Pertemuan rutin ADB kali ini memiliki arti penting mengingat saat ini ADB sedang menghadapi krisis keuangan dan berharap bisa menyelesaikan krisis likuiditas yang tengah dihadapi dengan meminta tambahan modal pada negara-negara anggotanya.

"Indonesia adalah salah satu anggota dan menjadi pengutang terbesar ADB, bahkan dalam pertemuan nantinya berharap kembali mendapat pinjaman sebesar US$ 1, 75 Miliar," demikian siaran pers INFID kepada redaksi SM CyberNews, Selasa (28/4).
Setelah 42 tahun berdiri, tegas INFID, ADB ternyata tidak mampu melaksanakan mandatnya guna mengurangi angka penduduk miskin yang diselaraskan dengan pertumbuhan ekonomi, proyek-proyek ADB yang eksploitatif justru semakin merusak sendi-sendi kehidupan rakyat Indonesia diberbagai sektor.

Berdasarkan kondisi tersebut berbagai Ormas dan NGO yang selama ini mengkritisi dampak pembangunan yang dibiayai ADB (INFID, INDIES, AGRA, KPI, E-net for Justice, FMN, UPC, Migrant CARE, ATKI, GSBI, IGJ dll.), melakukan aksi “Penyerahan Gugatan Pengadilan Rakyat Terhadap ADB” yang akan dilaksanakan serentak di berbagai negara. Sebagai rangkaian acara tersebut juga akan digelar “Peoples’ Week of Action Against ADB” (Sepekan Aksi Rakyat Melawan ADB) 2 – 5 April 2009 di Bali.[]/ MH Habib Shaleh /CN08)SUARA MERDEKA CYBERNEWS

Rabu, 17 Juni 2009

Blejeti Hubungan ADB dan Pemilu 2009!


Blejeti Hubungan ADB dan Pemilu 2009

Jakarta, 28/4/2009) Momentum Mayday 2009 ini berlangsung di tengah momentum nasional, yakni pemilu 2009, dan momentum internasional-regional, yakni Pertemuan Dewan Gubernur Bank Pembangunan Asia (AGM-ADB) yang akan diselenggarakan 2-5 Mei 2009 yang akan datang di Bali. Dalam penilaian FPR, kedua momentum tersebut memiliki arti penting yang patut mendapatkan penyikapan dari rakyat.

Pemilu 2009 maupun AGM-ADB ke-42 adalah momentum-momentum yang tidak bisa dilepaskan dari keadaan umum krisis yang melanda dunia dan Indonesia. Keduanya saling terkait dan saling memberikan syarat bagi kelangsungan kekuasaan dan dominasinya di masa yang akan datang. Keberhasilan Pemilu 2009 di Indonesia akan mempengaruhi kelangsungan dominasi ADB di kawasan Asia-Pasifik dan khususnya di Indonesia. Demikian pula dengan keberhasilan AGM-ADB ke-42 akan memberikan syarat-syarat yang menopang kekuasaan dari pihak pemenang pemilu 2009.

Akan tetapi, hubungan timbal-balik antara ADB dengan siapa pun pemenang Pemilu 2009—khususnya bila pemilu dimenangkan oleh partai yang memerintah atau calon incumbent—tidak memiliki koneksi positif terhadap kepentingan rakyat. Sebab kekuasaan yang ditopang dengan sokongan ADB—siapa pun penguasanya—akan hanya memperberat beban rakyat dan siapa pun penguasa yang menyokong kelangsungan ADB adalah penguasa yang anti-rakyat.

Menurut Rudi HB Daman, koordinator FPR, pihaknya memang tidak menyerukan kepada rakyat untuk menolak pemilu. Bagaimana pun pemilu adalah salah-satu perwujudan kekuasaan rakyat secara politik. Bahkan, FPR mengakui bahwa partisipasi dalam pemilu adalah hak demokratis setiap warga negara yang harus dijamin oleh penyelenggara negara. Oleh karenanya, FPR mengecam adanya tindakan-tindakan yang telah menghilangkan hak memilih dan dipilih rakyat, melalui karut-marut Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan kekacauan distribusi surat suara yang banyak dilaporkan media massa beberapa waktu belakangan ini.

Akan tetapi, FPR merasa tidak bisa tidak, harus tetap mengatakan kepada seluruh rakyat bahwa pemilu pada saat ini adalah cara bagi klas yang berkuasa untuk mengatasi krisis yang terjadi di dalam dirinya sendiri sekaligus untuk memperbarui syarat-syarat kekuasaannya di masa yang akan datang. Intinya, pemilu pada saat ini adalah pemilu yang dibutuhkan oleh klas yang berkuasa. Bukan pemilu yang dibutuhkan oleh rakyat.

Oleh karenanya, FPR menyerukan kepada rakyat untuk menggunakan Pemilu 2009 sebagai ajang untuk membombardir para kontestan pemilu dengan sebanyak mungkin tuntutan-tuntutan politik dan sosial ekonomi. Hal ini dilakukan dengan kesadaran bahwa memang tidak akan semua tuntutan-tuntutan tersebut akan bisa dipenuhi, namun setidaknya bisa memaksa para kontestan tersebut untuk mengambil posisi dan sikap atas tuntutan-tuntutan tersebut sebagai cara rakyat untuk melakukan pengawasan politik terhadap wewenang dan kekuasaan yang akan dipegangnya.

Salah-satu tuntutan yang patut diajukan dalam momentum saat ini adalah tuntutan untuk pembubaran ADB dan penghapusan seluruh utang-utang Indonesia dari lembaga-lembaga seperti ADB, Bank Dunia dan IMF). Tuntutan ini bisa dikemukakan dengan tentu saja diawali dengan menuntut Indonesia keluar dari keanggotaan ADB. Keluarnya Indonesia dari ADB, akan menjadi syarat pokok untuk menghabisi unsur-unsur komprador, pro-imperialisme, dan anti-rakyat yang selama ini bercokol dalam struktur kekuasaan Indonesia.

Menurut Rudi, FPR mencatat bahwa sesungguhnya krisis finansial 1997-1998 dan resesi ekonomi dunia 2008-2009 tidak bisa dilepaskan dari peranan ADB dan lembaga-lembaga sejenisnya. “Bisa dikatakan, krisis-krisis tersebut adalah hasil yang paling alamiah dari skema pembangunan neoliberal dan anti-rakyat yang dipromosikan ADB,” tegas Rudi. “Selama ini, ADB, Bank Dunia, IMF, hanya digunakan Negara-negara maju untuk memastikan kepatuhan negara-negara miskin dan terbelakang terhadap dominasi imperialism”, lanjut Rudi.

Dengan kekayaan alam yang berlimpah, tanah yang subur, dan jumlah penduduk yang cukup besar, Indonesia sesungguhnya tidak memerlukan lembaga-lembaga penyedot kekayaan rakyat seperti ADB dan Bank Dunia. Defisit anggaran, asistensi teknis pembangunan, dan lain-lain yang selama ini dijadikan alasan penguasa untuk mempertahankan ADB, adalah alasan yang tidak berdasar dan dibuat-buat. Tidak ada bukti bahwa ADB telah secara esensial telah memberikan keuntungan kepada rakyat.

“Selama ini, pendapatan dan belanja rakyat pun selalu defisit. Karena krisis yang kian kronis, rakyat telah sangat menderita. Namun rakyat tetap mau bekerja, meskipun apa yang dilakukan barangkali tergolong sebagai pekerjaan yang bagi sebagian orang sebagai pekerjaan hina. Sebab hanya dengan bekerja, krisis seberat apapun, hambatan sesulit apapun, pasti bisa diatasi,” tegas Rudi.

Atas dasar itu, FPR mengajak rakyat terlibat dalam sepekan aksi menentang ADB (People Week of Action against ADB) yang diselenggarakan bertepatan dengan Pertemuan Dewan Gubernur ADB ke-42 di Bali. “Rakyat perlu bersama-sama, mengatakan kepada yang berkuasa, bahwa kita tidak butuh ADB dan sebaiknya ADB dibubarkan saja,” tandas Rudi.###

Senin, 15 Juni 2009

PuisiKu : Karena Aku Mereka Untung


KARENA AKU MEREKA UNTUNG

Di pabrik ini benang dan kain bergunung-gunung

Mereka telanjang semuanya jadi penguasa

Terus berfikir untung

Tanpa sedikitpun merasa berdosa

Aku menyaksikan semuanya

Menjerit diatas mesin jahit

Tak berdaya karena hanya menjual tenaga


Aku menyaksikan semuanya

Seluruh barisan hormat mulutnya terus komat-kamit

Mendoakan nasibnya yang sama-sama terjepit

Semuanya terasa begitu sakit

Ditengah kehidupan yang serba sulit



Model dan desain baru diperkenalkan

Aku dan kawanku mendengarkan penjelasan

Maklum aku hanya menjual tenaga

Tak boleh menolak segala titah dan petuah

Seperti mesin yang kutunggangi

Selamanya setia menyeretku untuk mengejar target


Di pabrik ini mereka terus berjingkrak

Karena mereka terus untung

Mengawini pasir dengan ombak-ombak

Lewat mantra dan jampi-jampi penakar rugi


Karena aku hanya menjual tenaga

Segala beban dan titah aku lagi yang menanggungnya


Mereka terus ngoceh di setiap saat

Karena tidak mau sedikitpun rugi

Meski tak pernah kerja dan berproduksi

Tapi hasil mereka ingin miliki semua

Aku hanya menjual tenaga

Tapi aku tahu …..

mereka tidak bisa hidup tanpa aku

Dan aku sangat mengerti

Mereka hanya bisa hidup dari menindas dan menghisap


Aku menjerit lagi diatas mesin jahit

Mengobarkan semangat diantara para penjual tenaga

Lama juga aku terdiam

Berharap ada sambutan, teriakan dan tepuk tangan

Ternyata semuanya diam tak ada suara

Apalagi umbul-umbul poster dan bendera

Akhirnya akupun turun melanjutkan tugas

Memenuhi target dalam pengawasan mandor dan Korea tua situkang marah

Esok hari aku dipanggil

Tak boleh kerja dengan pangkat dipundak stempel PHK


depok//1 Maret 2007

PuisiKu : Buruh Pabrik Garmen

BURUH PABRIK GARMEN

Aku ini buruh dalam sebutan kekal
Setiap bibir di urat leher para kapitalis
Aku tidak memiliki apapun
Kecuali tenaga ini yang aku jual
Semuanya dipertaruhkan untuk bertahan hidup
Agar besok bisa tersenyum lebih manis
Di setiap mimpi dalam memoles masa depan



Pagi buta berangkat bersama embun dan kokok ayam
Dalam kantuk menyambut bising suara mesin
Dengan sisa tenaga menggeser gerbang besi
Suaranya parau mengejek dihati
Disambut ketus sapa penjaga

Ku buka lagi mata kukumpulkan tenaga
Tetap saja suaranya parau mengejek dihati
Mulailah ku pusatkan perhatian,
tangan dan kaki saling berlomba
Aturannya harus sunyi tak boleh bicara apalagi ketawa
Semuanya terampil merajut benang, membuat pola
Jadilah baju kemeja dan celana
Dibawah pengawasan mandor dan Korea tua situkang marah

Malam buta target baru usai tanpa upah lembur kukantongi
Semuanya berkemas beranjak meninggalkan mesin
Tanpa perlindungan tanpa pengamanan
Seperti biasa dari dulu juga begitu
Ketika temanku berani bertanya
Uh…kerja bakti lagi ….

Bulan sabit yang redup dan bintang jadi saksi
Menelusuri gelap menuju pintu ruang sempit diujung jalan
Tak ada sapa dan makan malam
Dua anakku terlelap pulas dihimpit mimpi

Aku adalah buruh
Tidak memiliki apapun
Hanya tenaga ini yang aku jual
Untuk bertahan hidup
Demi buah hati dan cita cita
Aku adalah buruh
Yang kata kawanku adalah penentu perubahan negeri ini
Tapi kapan dan bagaimana []

Depok//Desember 2006

Meminta, Percaya, dan Menerima


Selamat datang, malam! Sudah lama kita tidak bersapa lewat tulisan karena rupanya kita sudah begitu saling menyatu hingga aku bisa menemukanmu hanya dengan berkaca melihatku.

Hanya ada sedikit orang yang berani bicara jujur padaku walaupun aku tahu dengan sangat pasti bahwa mereka sesungguhnya sangat mendukungku. Sisanya tentu juga mendukungku dengan cara mereka masing-masing. Untuk semuanya, aku ucapkan syukur dan terima kasih.

Sejujurnya, ada ratusan alasan yang bisa kutuliskan tentang mengapa aku tidak akan bisa, kami tidak akan bisa. Selalu ada cara untuk menjatuhkan, sayang. Selalu ada, dan mereka hanya akan bertahan di sana kalau kita sebagai pemilik pikiran mengizinkan. Tapi akan menjadi percuma untuk fokus hanya pada kekurangan karena toh kita tidak akan bisa menjadi sempurna. Tapi biar begitu kita bisa memilih untuk terus menjadi lebih baik!

Aku memilih untuk menjadi bisa. Aku memilih untuk mengatasi keraguanku, melangkahi kemampuanku sendiri. Entah ini terlalu berat atau ringan, entah mampu atau tidak, entah punya pengalaman atau kurang; aku tidak lagi peduli. Yang aku tahu, berapa lama pun waktunya dan dengan bagaimanapun caranya, kami sekarang ini sudah berhasil meraih apa yang kami mau! Sudah terjadi!

Aku sekarang ini sungguh percaya bahwa ketika kita begitu menginginkan sesuatu dalam hidup ini, seluruh alam semesta akan membantu kita tepat di saat kita benar-benar membutuhkannya. Sungguh benar terjadi seperti itu!

Dan bahwa law of attraction adalah sebuah hakikat yang mutlak. Pikiran kita seperti magnet; yang baik menarik yang baik dan yang buruk pun demikian. Maka itu ia harus dijaga supaya hanya yang baiklah yang dipikirkan karena dengan begitu yang baiklah yang akan terus bermain di otak kita sehingga yang baiklah yang akan kita dapat di hidup kita. Hanya ada tiga cara sederhana untuk mendapatkan apa yang kita mau: meminta, percaya, dan menerima. Your will is my command.

The Secret, Rhonda Bryne.

Minggu, 14 Juni 2009

FPR Kecam Penangkapan Aktivis Walhi


Represi Tidak Mungkin Mampu menyelesaikan Krisis!

Jakarta (13/05/2009). Front Perjuangan Rakyat (FPR) mengecam penangkapan Direktur Eksekutif Nasional Walhi Berry Nahdian Furqan dan Kepala Departemen Penguatan Regional WALHI Eksekutif Nasional Erwin Usman, yang dilakukan pihak Kepolisian Daerah Sulawesi Utara.

Peristiwa penangkapan kedua aktivis Walhi tersebut terjadi di sela-sela penyelenggaraan World Ocean Conference (WOC). Kedua aktivis Walhi tersebut ditangkap pihak kepolisian karena posisi keduanya selaku penanggungjawab kegiatan “Forum Keadilan, Kelautan dan Perikanan” dan aksi nelayan pada pembukaan WOC, 12 Mei 2009 lalu. Baik Berry Nahdian Furqon maupun Erwin Usman sama-sama dikenai tuduhan melanggar pasal 261 KUHP.

WOC sendiri adalah konferensi internasional yang membahas masalah-masalah kelautan yang terkait dengan perubahan iklim, merumuskan pola pemanfaatan potensi laut yang berkelanjutan, serta menciptakan visi dan komitmen global untuk meningkatkan pengelolaan sumber-daya kelautan.[1] Konferensi kali ini adalah konferensi pertama yang diselenggarakan sejak 11-15 Mei 2009 di Manado, Sulawesi Utara.

Rudi HB Daman, Koordinator FPR, mensinyalir penangkapan tersebut merupakan upaya pemerintah untuk mengucilkan keberadaan dan substansi masalah yang dibahas dalam Forum Keadilan, Kelautan, dan Perikanan. Tujuannya tidak lain, selain mengamankan agenda korporasi yang hendak melanjutkan pengerukkan kekayaan laut dunia untuk mendanai pemulihan krisis global. “Korporasi-korporasi besar perusak kekayaan laut itu membutuhkan ‘stempel ramah lingkungan’ yang harapannya bisa didapat dalam WOC,” tegas Rudi.

Karena itulah, wacana tandingan yang berbasis pada kenyataan riil di lapangan yang diusung Walhi dan organisasi-organisasi masyarakat sipil yang peduli pada masalah lingkungan dan kelautan adalah ancaman serius bagi korporasi-korporasi tersebut, lanjut Rudi. “Apalagi di bawah pemerintahan yang dipimpin rejim komprador seperti duet SBY-JK yang paling berkuasa di Indonesia saat ini. Penangkapan dan tindakan represi seperti itu adalah fenomena yang sudah pasti akan mereka lakukan untuk mengamankan kepentingan dari tuan-nya,” tandas Rudi.

Krisis Kelautan

Dalam pandangan FPR, baik rejim SBY-JK maupun korporasi-korporasi multinasional yang mensponsori penyelenggaraan WOC sebenarnya sudah tidak lagi memiliki legitimasi untuk berbicara tentang kondisi kelautan dan dampak-dampak perubaham iklim terhadap kehidupan masyarakat pesisir. Krisis lingkungan yang cukup parah dialami Indonesia, termasuk krisis lingkungan laut, adalah bukti ketidakmampuan rejim SBY-JK dan korporasi-korporasi multinasional dalam mengelola potensi kelautan secara berkelanjutan.

Krisis ini telah berdampak buruk bagi jutaan kaum nelayan tradisional dan masyarakat pesisir yang berdiam di sepanjang pantai. Dampak yang paling dirasakan kaum nelayan tradisional, khususnya di Indonesia, adalah semakin berkurangnya cadangan sumber-daya kelautan yang bisa dieksplorasi untuk menyambung kehidupan akibat meningginya permukaan laut, hancurnya kawasan hutan mangrove, perubahan cuaca ekstrem yang kian tidak menentu, serta perampokan-perampokan kekayaan laut (illegal fishing) yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan penangkapan ikan besar.

Akibatnya, puluhan nelayan tradisional dari negara-negara tropis seperti Indonesia dan Filipina, kian terbenam dalam kubangan kemiskinan ekstrem yang kian parah, jelas Rudi. Parahnya, kebijakan-kebijakan pemerintah dalam hal pengembangan potensi kelautan, cenderung tidak memperhatikan nasib dan kepentingan kaum nelayan. Akibatnya, tidak sedikit kaum nelayan miskin yang mengalami kebangkrutan dan terjerat dalam utang yang sangat besar terhadap rentenir.

Pada saat ini, ketika masyarakat dunia berada dalam situasi resesi, rejim SBY-JK dan para pemimpin dunia lainnya sebenarnya dihadapkan pada pilihan untuk mendengarkan aspirasi dan memenuhi keinginan-keinginan rakyat. Kecuali itu, tidak ada lagi rumus yang bisa mereka ajukan untuk mengatasi krisis, terlebih ketika rumus-rumus tersebut justru mendulang krisis yang kian parah.


Akan tetapi, pembubaran dan penyegelan tempat acara FKKP berikut dengan penangkapan terhadap aktivis-aktivis Walhi selaku penanggungjawab kegiatan tersebut, semakin menegaskan tidak adanya perhatian pemerintah terhadap nasib puluhan juta nelayan miskin tradisional, khususnya dari Indonesia. Tindakan represif aparat kepolisian dibawah pimpinan SBY-JK akan menjadi penanda-penting akan kian memburuknya krisis lingkungan kawasan pesisir dan laut dan kian memburuknya kehidupan nelayan miskin tradisional.***

Mayday 2009: Buruh Asia menderita akibat Resesi Global





Aktivis Indonesia mengecam Pertemuan ADB dalam Perayaan Mayday 2009

Resesi ekonomi global 2009, secara esensi, adalah akumulasi pelanggaran hak asasi yang diderita rakyat, khususnya kaum pekerja di seluruh dunia dalam beberapa decade terakhir. Buruh di Asia, sebagai bagian terbesar kekuatan buruh global, menjadi pihak yang paling menderita akibat resesi global.

“Buruh dan rakyat tertindas di seluruh dunia harus mempertahankan hak-haknya dan mempromosikan solusi pro-rakyat sejati untuk merespon resesi dan penindasan global,” tegas Rudi HB Daman, Ketua Umum Gabungan Serikat Buruh Independen dan Koordinator Front Perjuangan Rakyat, sebuah koalisi organisasi rakyat dan NGO yang memandu perayaan mayday di Indonesia.

Ofensif kapitalis monopoli telah menyerang buruh dari semua sector industry di Asia. “Pada saat ini, jutaan buruh dari berbagai sector di Asia telah mengalami PHK, ratusan ribu buruh migrant dari seluruh Asia juga telah mengalami deportasi ke Negara asalnya masing-masing,” jelas Rudi.

Kapitalis-monopoli juga menggunakan krisis saat ini untuk melakukan transfer kekayaan dari kaum miskin ke orang-orang kaya, menindas dan menekan upah dan subsidi social, mem-PHK buruh, mempromosikan system perburuhan yang menindas, menghanguskan hak-hak buruh, menindas aksi-aksi buruh dan meningkatkan eksploitasi terhadap klas pekerja. “Parahnya, pemerintah-pemerintah di Asia, termasuk pemerintah Indonesia, tidak memiliki langkah-langkah antisipasi yang pasti kecuali tetap mempromosikan system perburuhan fleksibel daripada memenuhi tuntutan-tuntutan dan hak-hak buruh,” jelas Rudi.

“Tuntutan-tuntutan buruh tentang kenaikan upah, jaminan kerja, subsidi pemerintah untuk kesejahteraan sosial, tidak boleh dijadikan alasan sebagai penyebab terjadinya stagflasi sebagaimana digembar-gemborkan ekonom-ekonom neoliberal,” tegas Rudi.

Menurut Rudi, perayaan Mayday 2009 di Jakarta dilaksanakan terkoordinasi secara nasional di hampir 30 kota di Indonesia dan tiga kota di luar Indonesia, yakni Hongkong, Macau, dan Taiwan. Selain mengangkat tuntutan-tuntutan buruh dan rakyat, FPR juga memberikan tekanan terhadap Pertemuan Dewan Gubernur ADB ke 42 yang diselenggarakan di Bali 2-5 Mei yang akan datang. Rudi mengatakan kebijakan-kebijakan dan program-program ADB yang didukung oleh pemerintah dari berbagai negara Asia telah memberikan kontribusi besar pada meningkatnya kemiskinan dan memburuknya kualitas hidup rakyat di Asia.”

FPR secara keras mengecam pertemuan Dewan Gubernur ADB ke-42 di Bali karena rendahnya kontribusi ADB pada kesejahteraan rakyat dan berbagai pelanggaran hak-hak rakyat, khususnya di kawasan Asia Pasifik. FPR menyatakan mengambil bagian dalam aktivitas kampanye menentang ADB yang diselenggarakan oleh Panitia Sepekan Aksi menentang ADB yang akan dilaksanakan bersamaan dengan pertemuan Dewan Gubernur ADB.

“Krisis ekonomi global telah menghanguskan legitimasi ADB dan berbagai bank pembangunan multilateral. Karenanya, rakyat secara esensi tidak lagi membutuhkan ADB dan karenanya sangat rasional bagi rakyat untuk menuntut pembubaran ADB,” tandas Rudi.***

Mayday 2009: Asian Workers suffered by Global Recession



Indonesian Activist condemn ADB’s meeting during the 2009 Mayday Celebration


The 2009 global recession is in essence an accumulation of human rights violation that suffered by working people entire the world for decades. The Asian workers, as the biggest part of global workforce suffered most by this global economic recession.

“Workers and oppressed people entire the world must defend the rights and promote the genuine and pro-people solution to respond these global recession and oppression,” declared Rudi HB Daman, Chairperson of the Federation of Independence Trade Union and also Coordinator of People Struggle Front (Front Perjuangan Rakyat, FPR) of Indonesia, coalition of people mass organization and NGO that led the mayday celebration in Indonesia.

Offensive of the monopoly capitalist is attacking in almost all sectors of industry in Asia. Rudi HB Daman, the Coordinator of People Struggle Front of Indonesia said, “today, million workers from various sectors of industry in Asia had suffered by lay off. Thousands migrant workers also had forcedly been deported.”

The monopoly capitalist is using the present crisis to effect a transfer wealth from the poor to the wealth, erode and press down on wages and social spending, lay off workers, promote precarious employment, tear up workers rights, clamp down on workers concerted actions and intensify the exploitation of the working class. “Worse, the Asian governments, like in Indonesia, do nothing but keep promoting the market-led labor flexibility rather than fulfilling the rights and demand of workers,” said Rudi. “Workers demand on wage, job security, and government spending on social welfare must not be blamed for causing the phenomenon of stagflation as has assumed by the neoliberal economist”.

According to Rudi, the 2009 mayday celebration in Indonesia has been nationally coordinated in 30 cities in Indonesia and three cities outside of Indonesia. Aside of carrying workers and people demands, the People Struggle Front also putting demand on ADB as the respond on the upcoming ADB’s governor meeting in Nusa Dua, Bali in May 2-5. Rudi said, “ADB’s policy and programs that are supported by various Asian governments had contributed to the increasing poverty and worsening quality of life of people in the regions”.

FPR is strongly condemned the 42th AGM-ADB meeting in Bali because of its lack contribution to the people’s welfare and its violation to the people rights especially in Asia and Pacific regions. FPR took parts in the activity campaign against ADB with the People Week of Action against Asian Development Bank.

“Global economic crisis had eroding the legitimacy of ADB and other multilateral development bank therefore people are in essence no longer needs ADB and reasonable for people to demand the dismissal of ADB,” Rudi ended.***

Mayday 2009: FPR Menuntut Upah, Kerja, dan Tanah

FPR akan terlibat dalam “Sepekan Aksi Menentang ADB”


Jakarta, 28/4 -- Menyambut peringatan Hari Buruh se-Dunia 2009, Front Perjuangan Rakyat (FPR) kembali merencanakan akan melakukan aksi turun ke jalan. Dalam aksi kali ini, FPR secara nasional akan menuntut upah, kerja, dan tanah. Selain itu, FPR juga mengecam pelaksanaan Pertemuan Dewan Gubernur ADB ke-42 di Jakarta dan mengritik kebijakan stimulus ekonomi SBY-JK.


Rencana ini dikemukakan Koordinator FPR, Rudi HB Daman, dalam Konferensi Pers yang diselenggarakan di Sekretariat Infid, Mampang, Jakarta Selatan. Menurut Rudi, dalam aksi Hari Buruh se-Dunia tahun ini, FPR akan menggelar aksi di sekitar 30 kota di Indonesia dan 4 kota di luar negeri. Selain itu, beberapa organisasi tergabung dalam FPR yang memiliki cabang di berbagai kota lainnya juga akan menyemarakkan peringatan hari buruh se-Dunia 2009 ini dengan berbagai kegiatan bersama masyarakat dan komunitasnya masing-masing.

Selamatkan Rakyat dari Serangan Resesi Ekonomi!

Tema umum kampanye hari buruh se-Dunia yang diusung FPR tahun ini adalah menolak perampasan upah, kerja, dan tanah. Menurut Rudi, tema ini diambil dengan mengacu pada analisis atas dampak umum krisis finansial dan resesi ekonomi dunia saat ini terhadap kaum buruh dan sektor-sektor lain dalam masyarakat. Selain tuntutan umum di atas, FPR juga akan mengangkat berbagai tuntutan-tuntutan sosial ekonomi rakyat dari berbagai kalangan, sektor, dan golongan masyarakat.

Rudi juga mengatakan, kebijakan SBY-JK dalam mengatasi dampak krisis ekonomi di Indonesia justru menyebabkan perampasan upah. Salah satu contoh yang dikemukakan Rudi adalah kebijakan SBY yang menaikkan harga BBM pada Mei 2008 lalu. “Kebijakan tersebut secara jelas telah mengurangi tingkat daya beli buruh dan seluruh rakyat Indonesia pada umumnya dan menyebabkan tingkat upah riil yang diterima buruh menjadi semakin mengecil,” jelas Rudi.

Rudi juga mengatakan rejim SBY-JK tidak memiliki kebijakan yang terarah untuk mencegah laju PHK. Skema SBY-JK untuk mengantisipasi melonjaknya pengangguran akibat PHK dengan menggelar proyek-proyek infrastruktur dinilai tidak akan efektif. Selain itu, proyek-proyek infrastruktur yang digembar-gemborkan SBY-JK akan kembali menggelembungkan laju perampasan dan penguasaan monopoli tanah yang tentu saja akan membawa banyak sekali dampak sosial bagi kehidupan rakyat.

“Pemerintah mengatakan bahwa dengan proyek-proyek tersebut, akan tersedia lapangan kerja untuk sekitar tiga juga penganggur. Akan tetapi, pemerintah tidak pernah mengemukakan berapa juta orang yang akan kehilangan pekerjaan akibat lahan tempatnya bekerja digusur demi pembangunan proyek-proyek infrastruktur!” tegas Rudi.

FPR mengecam tindakan pemerintah yang selalu saja menjadikan buruh dan rakyat sebagai pihak yang pertama kali dikorbankan pada saat menghadapi krisis ekonomi. Padahal, tindakan-tindakan yang merugikan rakyat, sesungguhnya tidak pernah terbukti bisa memberikan solusi untuk mengatasi krisis. Sebaliknya, tindakan tersebut justru akan kian memperburuk krisis ekonomi dan bisa merembet menjadi krisis politik yang kian tajam.

Menurut Rudi, FPR berkeyakinan bahwa krisis ekonomi saat ini memang sangat sulit untuk bisa diatasi sebab membutuhkan perubahan yang fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia. Akan tetapi, dampak krisis akan bisa dikurangi apabila pemerintah berani mengambil tindakan-tindakan terobosan yang berdampak riil terhadap masyarakat. Misalnya, pemerintah akan bisa dengan mudah mengalihkan orientasi pasar produk industry ke dalam negeri bila pemerintah mau menaikkan upah buruh, menghentikkan laju PHK, dan sungguh-sungguh memperbaiki daya beli kaum tani sebagai populasi masyarakat terbesar di Indonesia.

Pemerintah juga tidak perlu khawatir akan ketergantungan impor, sebab ketergantungan tersebut pada dasarnya disebabkan oleh rendahnya produksi sebagai konsekuensi dari masih luasnya praktik-praktik skala kecil setengah-feodal yang utamanya berkembang luas di pedesaan. Bila saja pemerintah mau menyediakan lapangan kerja yang layak bagi semua kalangan, tidak hanya pengangguran yang bisa dikurangi, produktivitas juga bisa ditingkatkan sehingga ketergantungan impor bisa dikurangi.

Blejeti Hubungan antara AGM-ADB ke-42 dan Pemilu 2009!

Dalam Konferensi Pers tersebut, Rudi juga mengatakan bahwa momentum Mayday 2009 ini berlangsung di tengah momentum nasional, yakni pemilu 2009, dan momentum internasional-regional, yakni Pertemuan Dewan Gubernur Bank Pembangunan Asia (AGM-ADB) yang akan diselenggarakan 2-5 Mei 2009 yang akan datang di Bali. Dalam penilaian FPR, kedua momentum tersebut memiliki arti penting yang patut mendapatkan penyikapan dari rakyat.

Dalam pandangan FPR, Pemilu 2009 maupun AGM-ADB ke-42 adalah momentum-momentum yang tidak bisa dilepaskan dari keadaan umum krisis yang melanda dunia dan Indonesia. Keduanya saling terkait dan saling memberikan syarat bagi kelangsungan kekuasaan dan dominasinya di masa yang akan datang. Keberhasilan Pemilu 2009 di Indonesia akan mempengaruhi kelangsungan dominasi ADB di kawasan Asia-Pasifik dan khususnya di Indonesia. Demikian pula dengan keberhasilan AGM-ADB ke-42 akan memberikan syarat-syarat yang menopang kekuasaan dari pihak pemenang pemilu 2009.

Akan tetapi, hubungan timbal-balik antara ADB dengan siapa pun pemenang Pemilu 2009—khususnya bila pemilu dimenangkan oleh partai yang memerintah atau calon incumbent—tidak memiliki koneksi positif terhadap kepentingan rakyat. Sebab kekuasaan yang ditopang dengan sokongan ADB—siapa pun penguasanya—akan hanya memperberat beban rakyat dan siapa pun penguasa yang menyokong kelangsungan ADB adalah penguasa yang anti-rakyat.

Menurut Rudi, FPR memang tidak menyerukan kepada rakyat untuk menolak pemilu. Bagaimana pun pemilu adalah salah-satu perwujudan kekuasaan rakyat secara politik. Bahkan, FPR mengakui bahwa partisipasi dalam pemilu adalah hak demokratis setiap warga negara yang harus dijamin oleh penyelenggara negara. Oleh karenanya, FPR mengecam adanya tindakan-tindakan yang telah menghilangkan hak memilih dan dipilih rakyat, melalui karut-marut Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan kekacauan distribusi surat suara yang banyak dilaporkan media massa beberapa waktu belakangan ini.

Akan tetapi, FPR merasa tidak bisa tidak, harus tetap mengatakan kepada seluruh rakyat bahwa pemilu pada saat ini adalah cara bagi klas yang berkuasa untuk mengatasi krisis yang terjadi di dalam dirinya sendiri sekaligus untuk memperbarui syarat-syarat kekuasaannya di masa yang akan datang. Intinya, pemilu pada saat ini adalah pemilu yang dibutuhkan oleh klas yang berkuasa. Bukan pemilu yang dibutuhkan oleh rakyat.

Oleh karenanya, FPR menyerukan kepada rakyat untuk menggunakan Pemilu 2009 sebagai ajang untuk membombardir para kontestan pemilu dengan sebanyak mungkin tuntutan-tuntutan politik dan sosial ekonomi. Hal ini dilakukan dengan kesadaran bahwa memang tidak akan semua tuntutan-tuntutan tersebut akan bisa dipenuhi, namun setidaknya bisa memaksa para kontestan tersebut untuk mengambil posisi dan sikap atas tuntutan-tuntutan tersebut sebagai cara rakyat untuk melakukan pengawasan politik terhadap wewenang dan kekuasaan yang akan dipegangnya.

Salah-satu tuntutan yang patut diajukan dalam momentum saat ini adalah tuntutan untuk pembubaran ADB dan penghapusan seluruh utang-utang Indonesia dari lembaga-lembaga seperti ADB, Bank Dunia dan IMF). Tuntutan ini bisa dikemukakan dengan tentu saja diawali dengan menuntut Indonesia keluar dari keanggotaan ADB. Keluarnya Indonesia dari ADB, akan menjadi syarat pokok untuk menghabisi unsur-unsur komprador, pro-imperialisme, dan anti-rakyat yang selama ini bercokol dalam struktur kekuasaan Indonesia.

Menurut Rudi, FPR mencatat bahwa sesungguhnya krisis finansial 1997-1998 dan resesi ekonomi dunia 2008-2009 tidak bisa dilepaskan dari peranan ADB dan lembaga-lembaga sejenisnya. “Bisa dikatakan, krisis-krisis tersebut adalah hasil yang paling alamiah dari skema pembangunan neoliberal dan anti-rakyat yang dipromosikan ADB,” tegas Rudi. “Selama ini, ADB, Bank Dunia, IMF, hanya digunakan Negara-negara maju untuk memastikan kepatuhan negara-negara miskin dan terbelakang terhadap dominasi imperialism”, lanjut Rudi.

Dengan kekayaan alam yang berlimpah, tanah yang subur, dan jumlah penduduk yang cukup besar, Indonesia sesungguhnya tidak memerlukan lembaga-lembaga penyedot kekayaan rakyat seperti ADB dan Bank Dunia. Defisit anggaran, asistensi teknis pembangunan, dan lain-lain yang selama ini dijadikan alasan penguasa untuk mempertahankan ADB, adalah alasan yang tidak berdasar dan dibuat-buat. Tidak ada bukti bahwa ADB telah secara esensial telah memberikan keuntungan kepada rakyat.

“Selama ini, pendapatan dan belanja rakyat pun selalu defisit. Karena krisis yang kian kronis, rakyat telah sangat menderita. Namun rakyat tetap mau bekerja, meskipun apa yang dilakukan barangkali tergolong sebagai pekerjaan yang bagi sebagian orang sebagai pekerjaan hina. Sebab hanya dengan bekerja, krisis seberat apapun, hambatan sesulit apapun, pasti bisa diatasi,” tegas Rudi.

Atas dasar itu, FPR mengajak rakyat terlibat dalam sepekan aksi menentang ADB (People Week of Action against ADB) yang diselenggarakan bertepatan dengan Pertemuan Dewan Gubernur ADB ke-42 di Bali. “Rakyat perlu bersama-sama, mengatakan kepada yang berkuasa, bahwa kita tidak butuh ADB dan sebaiknya ADB dibubarkan saja,” tandas Rudi.#